Semua naskah di blog ini telah diproteksi dari tindak salin-langsung (copy-paste)

Minggu, 25 Desember 2011

Dari Dialog Kebudayaan


Apa Kata Panitia
Dr. Mukhlis Paeni, Ketua BPKKI (Badan Pekerja Kongres Kebudayaan Indonesia) menyatakan dialog ini dilakukan rangka persiapan kongres kebudayaan yang akan dilaksanakan tahun 2013. Tujuannya adalah untuk menghimpun masukan dari berbagai simpul, sebagai bahan pelaksanaan dialog kebudayaan secara nasional yang dijadwalkan pada tahun 2013
Isu Dialog
Setelah dilaksanakan di berbagai kota, Dialog Kebudayaan, sebagai persiapan Dialog Kebudayaan yang akan dilaksanakan pada tahun 2013, juga diselenggarakan di Makassar  Kegiatan di Makassar, Hotel Kenari Tower, 16-18 Desember 2011, menghadirkan berbagai pembicara: Prof Dr. Edy Sedyawati (Permasalahan Khusus Kebudayaan: Pengembangan Sumber Informasi Budaya dan Pembentukan Minat Budaya yang Tepat) Dr. Chuduriah Sahabuddin (Perspektif Kebudayaan Mandar: Sulawesi Barat) Dr. Ghufron Ibrahim (Kemajemukan yang Berpisahan: Tantangan Relasi Interaksi Kemasyarakatan di Maluku Utara) Dr. Anhar Gonggong Persoalan sejarah, kebudayaan dan kemasyarakatan di Indonesia perspektif Nasional)
Dr. Nunding Ram (Deapresiasi Nilai-Nilai Luhur Bugis Makassar) Dr. Stanislaus Sandarupa (persoalan sejarah kebudayaan dan kemasyarakatan Toraja) Prof. Dr. Sulaeman  Mamar (tingkat persoalan sejarah kebudayaan dan kemasyarakatan lokal di sulawesi tengah) Prof. Dr. Susanto Zuhdi (Menyoal Bangsa yang Lengah), Alex Ulaean Dea (Dari Wacana hingga Aksi: Amatan dan Persoalan Sosial Budaya Sejarah dan Kemasyarakatan di Sulawesi Utara) Prof. Dr. H. Nasaruddin Sayuti M.Si (Perubahan Makna Sama dan Bagai Pada Masyarakat Bajo) Prof. Dr. Anwar.Hafid (Fungsi Medulu dalam Kehidupan Sosial Etnis Tolaki di Sulawesi Tenggara). Prof. Dr. Ayu.Sutarto (Kergaman yang membuahkan berkah: sebuh pemetaan budaya) Prof I Ketut Ardana (Globalisme dan Multi-Versalisme: Beberapa Catatan tentang Dinamika di Bali) Leonardus Nahak M.A (persoalan kebudayaan di NTT)
Dr. Bernada Materay yang tampil pada sesi terakhir cukup memancing dialog ke ranah politik. (Mengkaji Kembali Keindonesiaan di Antara kepapuaan di Papua) Christian Isaac Tamaela, M.Th.CM, MA. (Revitalisasi Eksistensi Kebudayaan Nasional Berdasarkan Nilai-Nilai Kebudayaan Daerah: Apresiasi dan Persepsi)  Drs. SuradiYasil (Tantangan Terhadap Kebudayaan Mandar)
          Dialog penuh dinamis, masalah korupsi, pilkada, masalah sosial politik di Maluku dan Papua turut menjadi preposisi dan analogi dari berbagai diskusi. Saya merasa berbahagia karena sempat hadir pada Dialog ini, bahkan berkesempatan memandu salah satu sesi yang telah dijadwalkan panitia.
.
Ada Yang Terlupakan
Seharusnya dalam dialog kebudayaan, paling tidak pembicaraan akan berkisar pada 4 hal penting; cultural facts (Fakta-Fakta Budaya), cultural phenomena, (fenomena budaya), cultural maintenance (pelestarian budaya) dan cultural engineering (rekayasa budaya) . Materi dialog cukup segar dan produktif, tetapi semua berkisar pada fakta-fakta budaya, fenomena budaya dan pelestarian budaya. Rekayasa budaya boleh dikata terlupakan. Padahal, tanpa mengnyampingkan 3 hal lainnya, Indonesia butuh terapi yang sistimatis untuk menjawab permasalahan bangsa ini. Dan itu ranahnya di rekayasa budaya. Pendidikan Berkarkter seharusnya menjadi urusan bagi semua, tak terkecuali masalah budaya.
Mengapa seringkali masalah budaya dipandang tidak strategis untuk mengambil peran dalam pembinaan karakter bangsa, karena kita sering terjebak  ke dalam perbincangan  pada cultural facts dan cultural maintenance  Kebudayaan itu amat dinamis dan progres Atau orang lain memandang bahwa dialog kebudayaan akan berbicara soal artefak dan museum, sementara siapa pun juga takut menjadi manusia artefak yang hanya akan dipajang di museum.
Bangsa ini mengalami masalah yang kronis. Setidaknya ada sesutu yang salah. Prilaku merusak, saling menindas, memandang kelompok lain adalah musuh, menjarah uang negara, memalsukan dokumen negara, makelar kasus dan sebagainya merupakan masalah yang tidak dapat dipecahkan hanya dengan pendekatan hukum, pendidikan, dan khutbah agama, tetapi memerlukan peran penting dari pendekatan budaya.
Masalah lain yang kita hadapi adalah bangsa ini merupakan bangsa besar yang didalamnya serba multi. Multi etnik, agama dan termasuk multi partai. Dalam kenyataannya semua memiliki potensi pergesekan. Bentrok dengan hasil pilkada, meledakkan gereja, mengepung jamaah di masjid merupakan sesuatu yang tidak perlu terjadi jika kita menyadari arti penting keberadaan kita di tengah keberadaan orang lain.
Malaysia misalnya, kini juga mengalami masalah multikultur dan multietnik. Mereka sadar bahwa ini harus ditangani dari berbagai perspektif, tak terkecuali masalah yang boleh dianggap sangat sepele. Ini contohnya, Kartun Ipin dan Upin, membangun cara pandang anak-anak akan pentingnya hidup bersama sederajat dan saling memerlukan, bukan sebaliknya. Ipin dan Upin (Mukhlis Paeni pernah mencontohkan pada suatu kesempatan) merupakan salah satu rekayasa budaya yang dilakukan oleh Malaysia bagi generasi sekarang, dan hasilnya dapat dinikmati 20 – 30 tahun kemudian. Ini lah rekayasa budaya.
foto diupload oleh Dafirah melalui facebook


Tidak ada komentar: