Semua naskah di blog ini telah diproteksi dari tindak salin-langsung (copy-paste)

Minggu, 11 Desember 2011

The Ordinary Language Philosophy (Filsafat Bahasa Biasa)


Fathu Rahman
Universitas Hasanuddin

        Wittgenstein adalah penulis Tractatus Logico-Philosophicus yang merupakan sumber inspirasi kaum logis-positivis dalam hal analisis antara pernyataan yang bermakna dengan pernyataan yang tidak bermakna  Filsafat analitik sesungguhnya lahir sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan filsafat pada saat itu yang didominasi oleh tradisi idealisme, terutama kalangan teolog yang sangat mengagungkan pentingnya metafisika.
Apa yang menjadi pemikiran - tokoh filsafat analitik menyadari bahwa banyak problematika filsafat yang dapat diselesaikan melalui filsafat analitik. Dan bahasa merupakan pusat perhatian filsuf analitik. Kalangan filsuf ini ingin mewujudkan suatu bahasa yang ideal, yaitu bahasa yang memiliki struktur logika yang sesuai dengan struktur logika dari realitas dunia. Tokohnya adalah Wittgenstein yang melahirkan karya Tractatus Logico Philosophicus yaitu karya yang menekankan pada aspek semantik bahasa.
Para pengikut filsafat analitik meyakini bahwa logika bahasa ungkapan-ungkapan metafisik dari kalangan penganut idealisme terutama theologi, etika, aksiologi, estetika dan utamanya ontologi pada hakikatnya tidak bermakna karena tidak menggambarkan realitas empirik.
Namun muncul pengakuan Wittgenstein bahwa karyanya, Tractatus Logico Philosophicus, memiliki keterbatasan dan kelemahan, dan ini merupakan pengakuan jujur hingga lahirnya karya philosiphical investigation.  Dengan kata lain philosiphical investigation lahir sebagai reaksi dari Tractatus
Tractatus mendasarkan pada aspek semantik bahasa (logika bahasa) menemui banyak keterbatasan philosiphical investigation merupakan bentuk filsafat biasa (ordinary language)
 Kalimat dan bahasa
“kita melihat bahwa apa yang kita sebut kalimat dan bahasa tidak mempunyai kesatuan formal yang saya bayangkan, akan tetapi lebih merupakan kelompok struktur yang kurang lebih berhubunganantara satu dengan yang lainnya.” (1983:108)
 Language Games (Tata Permainan Bahasa)
Apa yang dimaksudkan dengan Language Game di sini adalah Tata Permainan Bahasa. Bahwa menurut kenyataannya, bahasa merupakan sebagian dari suatu kegiatan atau merupakan suatu bentuk kehidupan. Jadi kita dapat melihat jamaknya atau majemuknya permainan bahasa dalam khidupan sehari-hari.
 Esensi Pandangan Wittgenstein
         Makna sebuah kata itu adalah penggunaannya dalam bahasa dan bahwa makna bahasa itu ada;ah penggunaannya dalam hidup” (p.146)
         Org tidak dapat menduga bagaimana sebuah kata itu berfungsi. Org hanya harus melihat penggunaannya dan belajar dari padanya (p.146
         Filsafat sama sekali tidak boleh turut campur dalam penggunaan bahasa yang sesungguhnya, dan sebenarnya filsafat hanya dapat menguraikannya. (p.146)

Makna Kata
          Makna sebuah kata adalah tergantung penggunaannya dalam suatu kalimat, adapun makna kalimat tergantung penggunaannya dalam bahasa, sedangkan makna bahasa tergantung penggunaannya dalam hidup. (p.149)
Kritik Wittgensten atas Bahasa Filsafat
1.      Kekacauan bahasa filsafat timbul karena penggunaan istilah atau ungkapan dalam bahasa filsafat yang tidak sesuai dengan aturan permainan bahasa.
2.      Adanya kecendrungan untuk mencari pengertian yang bersifat umum dengan merangkum pelbagai gejala yang diperkirakan mencerminkan sifat keumumannya
3.      Penyamaran atau pengertian terselubung melalui pengajuan istilah yang tidak dapat difahami misalnya ‘kebenaran’, ‘ketiadaan’ dsb.
            Oleh karena itu Wittgenstein mengajurkan agar menghindari atau melewati penyamaran dari sesuatu yang tidak terfahami itu dengan menunjukkan bhw hal itu sebenarnya nirarti belaka.

Tugas Filsafat
Bahasa Filsafat yang memiliki berbagai kelemahan dapat diatasi manakala kita mengetahui dan menerapkan analisis bahasa dalam  Filsafat. Bahasa Filsafat dapat teratasi bilamana meletakkan tugas filsafat sebagai analisis bahasa. Terdapat dua hal yang terkait dengan tugas filsafat dalam bhasa yakni (1) Aspek Penyembuhan (therapheutics), dan (2) Aspek Metodis
Sedangkan aspek metodologis terbagi lagi atas dua bagian:
A)    Dalam berfilsafat harus meletakkan landasannya pada penggunaan bahasa sehari-hari, dengan memperhatikan secara teliti aturan-aturan permainan bahasa (language games)
B)    Upaya untuk keluar dari kekacauan itu Wittgenstein mengibaratkan seperti seekor lalat yg terjebak dalam sebuah botol bening, seakan berada di dunia luar akan tetapi sebenarnya ia terperangkap dalam ruangan tersebut
Bagi Wittgenstein untuk mengatasi kekacauan tersebut haruslah melalui penampakan jalannya bahasa, yaitu bukannya melalui keterangan baru melainkan menyusun kembali apa yang telah kita ketahui

Tidak ada komentar: