Apa Kata
Panitia
Dr. Mukhlis Paeni, Ketua
BPKKI (Badan Pekerja Kongres Kebudayaan Indonesia) menyatakan dialog ini
dilakukan rangka persiapan kongres kebudayaan yang akan dilaksanakan tahun
2013. Tujuannya adalah untuk menghimpun masukan dari berbagai simpul, sebagai
bahan pelaksanaan dialog kebudayaan secara nasional yang dijadwalkan pada tahun
2013
Isu Dialog
Setelah dilaksanakan di
berbagai kota, Dialog Kebudayaan, sebagai persiapan Dialog Kebudayaan yang akan
dilaksanakan pada tahun 2013, juga diselenggarakan di Makassar Kegiatan di Makassar, Hotel Kenari Tower,
16-18 Desember 2011, menghadirkan berbagai pembicara: Prof Dr. Edy Sedyawati (Permasalahan
Khusus Kebudayaan: Pengembangan Sumber Informasi Budaya dan Pembentukan Minat
Budaya yang Tepat) Dr. Chuduriah Sahabuddin (Perspektif Kebudayaan Mandar:
Sulawesi Barat) Dr. Ghufron Ibrahim (Kemajemukan yang Berpisahan: Tantangan
Relasi Interaksi Kemasyarakatan di Maluku Utara) Dr. Anhar Gonggong Persoalan
sejarah, kebudayaan dan kemasyarakatan di Indonesia perspektif Nasional)
Dr. Nunding Ram (Deapresiasi
Nilai-Nilai Luhur Bugis Makassar) Dr. Stanislaus Sandarupa (persoalan sejarah
kebudayaan dan kemasyarakatan Toraja) Prof. Dr. Sulaeman Mamar (tingkat persoalan sejarah kebudayaan
dan kemasyarakatan lokal di sulawesi tengah) Prof. Dr. Susanto Zuhdi (Menyoal
Bangsa yang Lengah), Alex Ulaean Dea (Dari Wacana hingga Aksi: Amatan dan
Persoalan Sosial Budaya Sejarah dan Kemasyarakatan di Sulawesi Utara) Prof. Dr.
H. Nasaruddin Sayuti M.Si (Perubahan Makna Sama
dan Bagai Pada Masyarakat Bajo)
Prof. Dr. Anwar.Hafid (Fungsi Medulu dalam Kehidupan Sosial Etnis Tolaki di Sulawesi
Tenggara). Prof. Dr. Ayu.Sutarto (Kergaman yang membuahkan berkah: sebuh
pemetaan budaya) Prof I Ketut Ardana (Globalisme dan Multi-Versalisme: Beberapa
Catatan tentang Dinamika di Bali) Leonardus Nahak M.A (persoalan kebudayaan di
NTT)
Dr. Bernada Materay yang
tampil pada sesi terakhir cukup memancing dialog ke ranah politik. (Mengkaji
Kembali Keindonesiaan di Antara kepapuaan di Papua) Christian Isaac Tamaela,
M.Th.CM, MA. (Revitalisasi Eksistensi Kebudayaan Nasional Berdasarkan
Nilai-Nilai Kebudayaan Daerah: Apresiasi dan Persepsi) Drs. SuradiYasil (Tantangan Terhadap
Kebudayaan Mandar)
Dialog
penuh dinamis, masalah korupsi, pilkada, masalah sosial politik di Maluku dan
Papua turut menjadi preposisi dan analogi dari berbagai diskusi. Saya merasa
berbahagia karena sempat hadir pada Dialog ini, bahkan berkesempatan memandu
salah satu sesi yang telah dijadwalkan panitia.
.
Ada Yang Terlupakan
Seharusnya dalam dialog kebudayaan, paling tidak
pembicaraan akan berkisar pada 4 hal penting; cultural facts (Fakta-Fakta
Budaya), cultural phenomena, (fenomena budaya), cultural maintenance
(pelestarian budaya) dan cultural engineering (rekayasa budaya) . Materi dialog
cukup segar dan produktif, tetapi semua berkisar pada fakta-fakta budaya, fenomena
budaya dan pelestarian budaya. Rekayasa budaya boleh dikata terlupakan.
Padahal, tanpa mengnyampingkan 3 hal lainnya, Indonesia butuh terapi yang
sistimatis untuk menjawab permasalahan bangsa ini. Dan itu ranahnya di rekayasa
budaya. Pendidikan Berkarkter seharusnya menjadi urusan bagi semua, tak
terkecuali masalah budaya.
Mengapa seringkali masalah budaya dipandang tidak
strategis untuk mengambil peran dalam pembinaan karakter bangsa, karena kita
sering terjebak ke dalam
perbincangan pada cultural facts dan cultural
maintenance Kebudayaan itu amat
dinamis dan progres Atau orang lain memandang bahwa dialog kebudayaan akan
berbicara soal artefak dan museum, sementara siapa pun juga takut menjadi
manusia artefak yang hanya akan dipajang di museum.
Bangsa ini mengalami masalah yang kronis. Setidaknya
ada sesutu yang salah. Prilaku merusak, saling menindas, memandang kelompok
lain adalah musuh, menjarah uang negara, memalsukan dokumen negara, makelar
kasus dan sebagainya merupakan masalah yang tidak dapat dipecahkan hanya dengan
pendekatan hukum, pendidikan, dan khutbah agama, tetapi memerlukan peran
penting dari pendekatan budaya.
Masalah lain yang kita hadapi adalah bangsa ini
merupakan bangsa besar yang didalamnya serba multi. Multi etnik, agama dan
termasuk multi partai. Dalam kenyataannya semua memiliki potensi pergesekan. Bentrok
dengan hasil pilkada, meledakkan gereja, mengepung jamaah di masjid merupakan
sesuatu yang tidak perlu terjadi jika kita menyadari arti penting keberadaan
kita di tengah keberadaan orang lain.
Malaysia misalnya, kini juga mengalami masalah
multikultur dan multietnik. Mereka sadar bahwa ini harus ditangani dari
berbagai perspektif, tak terkecuali masalah yang boleh dianggap sangat sepele.
Ini contohnya, Kartun Ipin dan Upin, membangun cara pandang anak-anak akan
pentingnya hidup bersama sederajat dan saling memerlukan, bukan sebaliknya.
Ipin dan Upin (Mukhlis Paeni pernah mencontohkan pada suatu kesempatan) merupakan
salah satu rekayasa budaya yang dilakukan oleh Malaysia bagi generasi sekarang,
dan hasilnya dapat dinikmati 20 – 30 tahun kemudian. Ini lah rekayasa budaya.
foto diupload oleh Dafirah melalui facebook |